Lahan Gambut – Pengertian, Ciri, Jenis, Sebaran, Manfaat & Konservasi


Suatu jenis lahan mampu terbentuk akibat aspek lingkungan, misalnya lahan basah, lahan kering, lahan kering, serta lahan gambut. Masing-masing dari kawasan ini memiliki karakteristik tersendiri dan menjadi kekayaan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan bagi acara insan. Oleh karena itu pengelolaan dan penggunaan lahan ini tidak boleh sembarang pilih, sebab mesti mempertimbangan kelestarian lingkungan di sekitarnya.





Kali ini kita akan membahas tentang lahan gambut, mencakup proses terbentuknya, ciri atau keunikan serta karakteristiknya, manfaat serta cara pengelolaannya.






Pengertian Lahan Gambut





Untuk mengetahui istiliah lahan gambut, maka istilah tersebut dapat dibagi menjadi dua pengertian, ialah “lahan” dan “gambut”.





Lahan ialah suatu sumber daya dalam sebuah kawasan dalam wujud daratan yang di dalamnya terdapat semua karakteristik yang berperan dalam pembentukan lahan serta lingkungannya. Karakteritik yang dimaksud meliputi tanah, geologi, hidrologi, atmosfer, timbulan, tumbuhan dan fauna, serta siklus atau non siklus termasuk aktivitas manusia yang dijalankan pada daerah tersebut, sehingga karakteristik lahan tidak cuma sebatas ekologi melainkan meliputi budaya.





Sedangkan gambut yakni tumpukan bahan organik yang berasal dari flora dalam keadaan reduksi. Penumpukan bahan organik ini tidak seimbang dengan waktu penguraiannya, sehingga materi tersebut tidak mengalami dekomposisi secara sempurna. Materi organik yang mengalami pelapukan tersebut kemudian membentuk gambut yang berwarna hitam kecokelatan, kemerah-merahan, cokelat kehitaman, atau ibarat warna teh.





Pengertian gambut juga diterangkan di Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2016, yaitu material organik yang terbentuk secara alami dan berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang mengalami dekomposisi tak tepat, serta mempunyai ketebalan lebih dari 50 cm dan terakumulasi pada rawa, cekungan atau tempat pantai.





Dari dua pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman lahan gambut yaitu suatu daerah lahan yang lapisan tanahnya tersusun oleh materi organik dengan kondisi anorganik yang mempunyai kandungan karbon organik sekitar 18% dan tebalnya lebih dari 50 cm.





Lingkungan lahan tersebut membentuk suatu ekosistem atau disebut ekosistem gambut, yakni tananan bagian gambut yang membentuk satu kesatuan utuh dan saling mensugesti mencakup keseimbangan, stabilitas, serta produktivitasnya. Oleh alasannya itu, lahan gambut memiliki ciri khas tersendiri yang membedakannya dengan jenis sumber daya lahan lainnya.





Karakteristik Lahan Gambut





Lahan gambut memiliki ciri khas dibanding jenis lahan yang lain. Lahan dengan lapisan penyusun tanah gambut ini memiliki karakteristik yang dibedakan secara fisik dan kimia.





1. Ciri Secara Fisik





Ciri fisik dari tanah gambut yaitu mempunyai kadar air sekitar 100% sampai 1300%d ari berat keringnya. Hal ini memperlihatkan jika air mampu terserap ke dalam gambut mencapai 13 kali bobotnya. Air di tempat gambut masih bisa mengalir ke area sekitarnya oleh kubah gambut sampai batas tertentu. Kandungan air yang tinggi menyebabkan gambut memiliki kepadatan tanah (bulk density) yang rendah, oleh karena itu daerah memiliki kesanggupan rendah dalam menahan beban dan bersifat lunak atau lembek.





Kepadatan tanah atau bulk density dipengaruhi oleh tingkat dekomposisi, sehingga kondisinya dapat berbeda-beda. Contohnya bulk density lapisan atas gambut adalah sekitar 0,1 g/cm3 hingga 0,2 g/cm3. Sedangkan pada darah fatwa sungai memiliki kepadatan tanah lebih dari 0,2 g/cm3 yang dipengaruhi tanah mineral.





Tanah yang lembek atau lunak tersebut tidak cocok untuk ditumbuhi tegakan atau pohon. Selain itu juga berpengaruh kepada cara pengelolaan sebab alat berat sulit untuk berada diatasnya.





Gambut mampu mengalami penyusutan voluma jikalau menerima drainase dan mengakibatkan subsiden atau penurunan permukaan tanah. Tidak cuma itu, permukaan tanah pada tempat gambut juga dipengaruhi oleh laju erosi dan proses dekomposisi.





Ciri fisik lainnya adalah ketidakmampuan gambut untuk kembali menyerap air kalau telah kering atau akdar airnya telah turun dibawah 100%. Kondisi ini akan memajukan risiko terbakarnya lahan gambut pada kondisi kering.





2. Ciri Secara Kimia





Struktur kimia gambut dipengaruhi oleh kandungan mnieral penyusunnya, meliputi ketebalan serta jenis mineral pada setiap substratum dan tingkat dekomposisi.





Gambut di Indonesia umumnya mempunyai kandungan mineral sekitar 5% dan sisanya adalah material organik dari tumbuhan. Bahan organik tersebut terbagi menjadi beberapa fraksi, mirip senyawa humat antara 10% hingga 20% serta senyawa lain mirip lilin, selulosa, hemiselulosa, lignin, suberin, protein, resin dan sebagainya.





Tingkat keasaman tanah gambut sungguh tinggi dengan kadar pH antara 3 hingga 5. Contohnya pada jenis gambut oligotropik yang banyak terdapat di Pulau Kalimantan memiliki kadar pH 3,25 hingga 3,75 pada substratum pasir kuarsa.





Jenis Lahan Gambut





Kawasan gambut dibagi menjai berbagai macam, pembagian ini didasarkan pada penjabaran kedalaman, posisi pembentukan, lingkungan pembentukan, kesuburan, serta tingkat kematangannya. Penjelasan perihal tipe lahan gambut yaitu selaku berikut:





1. Berdasarkan Kedalaman





Gambut berdasarkan kedalamannya dibagi menjadi 4 jenis, antara lain:






  • Dangkal, yakni memiliki kedalaman 50 cm hingga 100 cm




  • Sedang, adalah memiliki kedalaman 100 cm hingga 200 cm




  • Dalam, adalah mempunyai kedalaman 200 hingga 300 cm




  • Sangat Dalam, ialah memilki kedalaman lebih dari 300 cm





2. Berdasarkan Posisi Pembentukan





Gambut menurut posisi pembentukannya dibagi menjadi 3 jenis, antara lain:






  • Gambut Pedalaman yang terbentuk dan berada di tempat yang tidak mendapat imbas pasang surut air bahari




  • gambut Pantai yang terbentuk dan berada di pesisir pantai dan mendapatkan dampak mineral air bahari




  • Gambut Transisi yang terbentuk dan berada diantara gambut pedalaman dan gambut pantai, serta secara tidak pribadi menerima imbas pasang surut air laut





3. Berdasarkan Lingkungan Pembentukan





Gambut menurut lingkungan pembentukannya dibagi menjadi 2 jenis, adalah:






  • Ombrogen yakni lahan gambut yang mendapat pengaruh cuma dari air hujan




  • Topogen ialah lahan gambut yang terbentuk di lingkungan dengan dampak air pasang





5. Berdasarkan Tingkat Kesuburan





Gambut berdasarkan tingkat kesuburannya dibagi menjadi 3 jenis lahan, antara lain:






  • Eutrofik, ialah lahan yang kaya mineral dan basa-basa serta komponen hara yang lain. Lahan ini termasuk subur dan mempunyai lapisan tipis, serta mendapatkan pengayaan dari air laut ata air sungai




  • Mesotrofik, yaitu lahan dengan tingkat kesuburan lumatan dan mengandung basa serta mineral sedang




  • Oligotrofik, yaitu lahan yang tidak subur, miskin mineral serta senyawa basa yang lain. Umumnya mempunyai ciri kubah gambut tebal dan tidak mendapat imbas air laut atau air sungai





4. Berdasarkan Tingkat Kematangan





Gambut menurut tingkat kematangannya dibagi menjadi 3 jenis, yakni:






  • Saprik atau Matang





Jenis gambut ini sudah melapuk dan tidak mampu dimengerti materi asalnya. Ciri-cirinya adalah berwarna cokelat renta sampai hitam serta kalau diremas kandungan seratnya kurang dari 15%






  • Hemik atau Setengah Matang





Jenis gambut ini telah mengalami setengah pelapukan dengan ciri warna cokelat dan bisa dikenal bahan asalnya, selain itu bila diremas kandungan seratnya antara 15% hingga 75%






  • Fibrik atau Mentah





Jenis gambut yang belum mengalami pelapukan sehingga masih mampu dikenali bahan asalnya. Ciri gambut mentah yakni jika diremas kandungan seratnya tersisa lebih dari 75% serta memiliki warna cokelat muda





Sebaran Lahan Gambut di Dunia





Sama seperti jenis lahan lainnya, lahan gambut juga tersebar ke seluruh dunia, meskipun beberapa diantaranya tidak memiliki lahan ini.





kawasan gambut




Rusia yaitu salah satu negara yang memiliki lahan gambut paling luas. Pada tahun 2008, dunia mengalami konversi lahan ini, sehingga merubah fungsinya secara besar-besaran. Sekitar 37% dari 3,83 juta hektar lahan gambut di Rusia beralih fungsi untuk keperluan lain. Selain itu, pada kurun 1990 hingga 2008 terjadi pula pengurangan sekitar 26% dari luas 6,5 juta hektar lahan gambut di Rusia.





Untuk negara-negara Eropa dengan tempat gambut yang cukup luas antara lain Belarusia dan Finlandia. Akan tetapi keduanya juga mengalami pengurangan luasan lahan antara tahun 1990 sampai 2008. Total lahan yang hilang dan dikonversi ke bentuk lain yakni 33% dari total luas pengurangan sekitar 3,83%.





Berbeda dengan negara-negara Eropa, justru lahan gambut di Asia mengalami penambahan 7,8 hektar. Contohnya yaitu di Asia Tenggara yang memiliki lahan gambut tropis. Sekitar 60% lahan gambut tropis dunia berada di daerah Asia Tenggara dan menutuip 12% sebagian daratannya. Dari jumlah tersebut, sekitar 83% kawasan gambut tropis berada di Indonesia.





Sebaran Lahan Gambut di Indonesia





Berdasarkan data Global Wetlands pada tahun 2019, Indonesia setidaknya memiliki 22,5 juta hektar lahan gambut. Lahan ini tersebar di aneka macam kawasan di Indonesia dan yang paling luas berada di Pulau Kalimantan sekitar 6,6 juta hektar pada tiap provinsinya.





Selanjutnya yaitu Provinsi Papua dengan 6,3 juta hektar lahan gambut serta Papua Barat seluas 1,3 juta hektar. Untuk Pulau Sumatera memiliki daerah gambut seluas 4,5 juta hektar dan tersebar di beberapa provinsi, mirip Riau, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan.





Manfaat Lahan Gambut





Potensi kawasan gambut untuk banyak sekali pemanfaatan menjadi pembicaraan hangat di dunia kehutanan dan lingkungan hidup. Ekosistem gambut menunjukkan manfaat selaku habitat aneka macam spesies tanaman dan fauna. Lahan ini juga menjadi penyangga siklus hidrologi untuk daerah sekitarnya alasannya bisa menahan air. Selain itu, gambut juga menjadi penyimpan karbon dalam jumlah besar.





Lahan gambut juga berkontribusi dalam mengurangi gas rumah kacara di atmosfer sebab terjadi penambatan sebanyak 0,3 mm gambut per tahun. Gambut juga memiliki peluang untuk budidaya tanaman semusim atau pertanian, terutama di daerah bergambut dangkal yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi dan minim menyebabkan risiko kerusakan lingkungan. Beberapa acuan tanaman semusim antara lain:






  • Padi




  • Jagung




  • Ubi Kayu




  • Kedelai




  • Kacang-kacangan




  • dan sebagainya





Bahkan lahan gambut juga mampu dimanfaatkan untuk menanam tumbuhan tahunan, mirip kopi, karet, kelapa, kelapa sawit dan pohon yang lain. Akan tetapi, untuk flora tersebut mesti ditaman pada gambut dengan tebal lebih dari 3 meter.





Namun penanaman pada lahan gambut dengan ketebalan lebih dari 3 meter tidak diperbolehkan alasannya adalah terdapat peraturan yang memasukkannya dalam daerah konservasi dengan keadaan lahan yang ringkih. Selain itu, penanaman di lahan dengan ketebalan gambut lebih dari 3 meter membutuhkan sisipan lapisan tanah atau lumpur mineral.





Manfaat lahan gambut lainnya yakni kemampuan menyimpan 50 gigaton karbon apda luasan 3% dari total luas daratan di bumi. Kemampuan ini setara dengan 2 kali penyimpanan karbon di seluruh hutan di dunia.





Gambut di tempat tropis juga memiliki kemampuan menyimpan karbon 10 kali lebih banyak dibanding tanah mineral. Oleh alasannya adalah itu, tugas gambut dalam menghemat gas rumah kaca sangatlah penting.





Pembentukan Gambut





Lahan gambut terbentuk dari aneka macam proses. Menurut ilmu pengetahuan, praduga terbentuknya gambut berasal di periode Holosin atau 10.000 hingga 5.000 tahun SM (sebelum masehi), sedangkan gambut di Indonesia diperkirakan ada pada kurun 6.800 hingga 4.200 SM. Bahkan gambut di Kalimantan Tengah telah diteliti menggunakan teknik radio isotop dan carbon dating dan dinyatakan usianya meraih 6.230 tahun pada kedalaman 100 cm, serta pada kedalaman 5 meter berusia 8.260 tahun.





lahan gambut




Dari fakta-fakta ilmiah tersebut, pembentukan gambut membutuhkan proses panjang dan sangat usang. Dengan kata lain pembentukan gambut kecepatannya yaitu 0,3 mm per tahun dan lazimnya terjadi di danau dangkal yang ditumbuhi vegetasi lahan berair dan tanaman air secara bertahap.





Vegetasi atau tanaman tersebut kemudian mati dan mengalami pelapukan. Proses dekomposisi ini membentuk lapisan transisi dengan lapisan dibawahnya atau substratum tanah mineral. Selanjutnya tumbuhan berikutnya berkembang kembali di bagian tengah danau dangkal dan membentuk lapisan gambut lain yang menyanggupi danau tersebut.





Gambut yang mengisi danau dangkal disebut gambut tobogen. Gambut tersebut mengalami proses pembentukan akibat topografi, ialah kawasan cekungan yang subur karena mengandung aneka macam mineral dan termasuk lahan eutrofik. Mineral tersebut ditemukan ketika terjadi peningkatan permukaan air sehingga kuat kepada tingkat kesuburannya.





Lapisan atas gambut topogen juga masih cukup subur dan mampu ditumbuhi oleh flora tertentu. Kemudian flora tersebut akan mati dan mengalami pelapapuk serta membentuk lapisan baru. Pelapukan dari tanaman ini membentuk permukaan cembung atau dikenal dengan kubah gambut.





Diatas jenis gambut topogen kemudian kembali muncul jenis gambut ombrogen yang menerima pengaruh air hujan ketika pembentukannya. Kesuburan gambut jenis ini lebih rendah bila dimbanding gambut topogen. Sebab gambut pada lapisan atas tidak menerima pelengkap mineral dari luapan sungai atau air pasang bahari.





Flora Fauna di Lahan Gambut





Berbagai flora dan fauna hidup di lahan gambut, beberapa diantara termasuk spesies langka dan terancam punah. Gambut menjadi daerah yang berperan mempertahankan keragaman hayati yang ada disekitarnya.





Penyebaran spesies di kawasan gambut dipengaruhi oleh gugusan lahan dan pada bab gambut tebal lazimnya ditumbuhi sedikit vegetasi sebab mempunyai sedikit unsur hara.





Bagian pinggir kubah condong mempunyai keragaman tanaman paling tinggi dan disebut selaku mixed forest. Di bagian ini ditumbuhi pohon-pohon berkayu dengan diameter besar serta tanaman bawah. Semakin mendekati kubah gambut maka vegetasi yang berkembang makin berkurang, bagian ini disebut selaku deap peat forest.





Kubah gambut perupakan bab yang ditumbuhi tumbuhan paling sedikit. Bagian ini disebut padang forest alasannya adalah cuma ditumbuhi pandan, semak belukar, serta pohon-pohon kerdil dengan kerapatan yang rendah atau jarang.





Kawasan gambut juga menjadi habitat tanaman endemik, mirip Jelutung Rawa (Dyera costulata) dan Pohon Ramin (Gonystylus bancanus). Selain itu, ada pula tumbuhan endemik lain seperti Punak (Tetramerista glabra), Kempas (Kompassia malaccensis), Pulai Rawa (Alstonia pneumatophora), Bintangur (Callophyllum spp.), Nyatoh (Palaquium spp.), Meranti Rawa (Shorea pauciflora), hingga Rengas (Melanorrhoea walichii).





Sedangkan fauna yang hidup di daerah gambut lazimnya berjenis akuatik dan terestial. Beberapa diantaranya ialah satwa endemik ekosistem gambut dan masuk dalam daftar IUCN sebagai spesies yang dilindungi, antara lain Langur (Presbytis rubicunda), Harimau Sumatera (Panthera tigris), Buaya Sinyulong (Tomistoma schlegelii), Orang Utan (Pongo pygmaeus) dan Beruang Madu (Helarctos malayanus).





Kemudian fauna penghuni daerah perairan antara lain Ikan Gabus (Chana striata), Saluang (Rasbora sp.), Toman (Channa micropeltes) dan Tapah (Wallago leeri). Wilayah perairan gambut juga menjadi daerah hidupa amoeba yang dapat dijadikan indikator kondisi perairan gambut.





Selain itu, aneka macam jenis burung langka dan dilindungi seperti Enggang Hitam dan Rangkong juga dapat ditemukan di kawasan ini.





Gambut Sebagai Sumber Energi





Selain faedah yang telah disampaikan diatas, gambut juga berpotensi sebagai sumber energi alternatif terbarukan. Gambut dianggap bisa menjad pengganti energi fosil yang semakin susah didapatkan. Salah satu negara yang sudah mempergunakan peluanggambut selaku sumber energi adalah Finlandia.





Pembakaran gambut menciptakan panas lebih tinggi dibanding kayu maupun arang. Hal ini disebabkan oleh nilai kalori gambut yang cukup tinggi, yaitu 4.400 kal/g sampai 5.900 kal/g. Selain itu, intensitas pembakaran juga dipengaruhi oleh komponen organik lain, seperti asam humat, karbohidrat, bitumen, dan lignin.





Energi kalor lepas yang dihasilkan gambut sekitar 10 mJ/kg hingga 20 mJ/kg. Gambut sebanyak 1 meter kubik bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar dan mampu menciptakan energi sebanyak 600 mJ. Jumlah energi tersebut sama dengan hasil pembakaran 17 kg batu bara. Dari perbandingan tersebut, gambut sungguh memiliki potensi dipakai selaku sumber energi. Salah satu teladan pemanfaatan gambut yakni Pembangkit Listrik Tenaga Uap Gambut yang didirakan di Kalimantan dan bersifat ramah lingkungan.





Gambut juga mengandung Fe2O yang dapat menurunkan titik lebiur bubuk, sedangkan kandungan welirang yang dimilikinya antara 0,05% sampai 0,2% sehingga lebih ramah lingkungan. Titik lebur gambut sekitar kurang dari 3% dan mempunyai kandungan kalori sebesar 1.330 kJ/Nm3 sampai 1.370,6 kJ/Nm3.





Akan tetapi pemanfaatan selaku sumber energi alternatif mesti melalui taham pemurnian yang bagus. Sebab, jika tidak lewat tata cara yang mencukupi maka gambut akan menciptakan gas berbahaya dari proses piolisis berbentukCO2, CH4, dan N2O.





Potensi pemanfaatan gambut menjadi sumber energi yakni langkah yang mesti dikembangkan. Pengelolaan lahan gambut yang tidak baik dapat menimbulkan peristiwa, khususnya ketika isu terkini kemarau. Sebab jikalau terjadi kebakaran di akwasan gambut, maka titik api akan sulit dipadamkan sebab gambut mempunyai titik debu rendah.





Ancaman dan Kerusakan





Berbagai masalah dan bahaya tengah dihadapi lahan gambut, hal ini dapat dilihat dari kian berkurangnya luasan tempat ini. Salah satu penyebabnya adalah kebakaran huttan yang nyaris ditentukan terjadi di setiap trend kemarau.





Beberapa investigasi menunjukkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi tersebut diakibatkan kegiatan insan secara sengaja maupun tidak. Selain itu, kekeringan yang parah dan fenomena angin kencang el nino juga makin memajukan risiko kebakaran hutan di lahan gambut. Penyebab lainnya yakni pengeringan lahan gambut tanpa memikirkan sifat gambut, alasannya gambut yang sudah dikeringkan tidak dapat lagi menyerap air sehingga gampang terbakar.





Kawasan gambut banyak dibuka untuk kawsan perkebunan kelapa sawit. Data apda tahun 2014 memberikan pada bulan Juni hingga September telah terjadi alih fungsi lahan seluas 4.000 hektar dan sebagian besar diperuntukkan untuk perkebunan kelapa sawit.





Wilayah gambut juga beralih fungsi menjadi Hutan Tanaman Industri. Sebenarnya tujuannya cukup baik, ialah untuk mengontrol manajemen air untuk penanaman, akan tetapi hal tersebut juga menjadi pemicu kekeringan di lahan gambut.





Upaya Konservasi





Pengembalian fungsi lahan gambut untuk kepentingan ekologi dan sosial budaya lewat upaya konservasi mesti dikerjakan. Aturan perihal lahan gambut yang bisa dipakai adalah dengan ketebalan kurang dari 3 meter dan bukan tergolong tempat lindung. Pencegahan serta penegakan hukum terhadap okunum pembakar lahan juga harus dilaksanakan.





upaya konservasi




Penanaman tumbuhan untuk menghasilkan oksigen juga mesti dijalankan di tempat gambut, seperti menanam pohon karet dan pohon sagu yang toleran tanpa drainase atau drainase dangkal. Pembuatan drainase juga mesti memikirkan penurunan permukaan air, alasannya penurunan wajah air akan menyebabkan emisi gas rumah beling bertambah. Oleh alasannya itu, diperlukan analisis metode hidrologi yang akurat utamanya pada bagian kubah gambut.





Selain itu, pengawasan pengelolaan mesti diperketat dan dikerjakan berdasarkan undang-undang yang berlaku agar tidak terjadi penyalahgunaan lahan dan mengakibatkan tempat gambut terdegradasi. Untuk mengembalikan lahan gambut sesuai fungsinya, maka dibutuhkan kehati-hatian pada setiap tahapannya.


Comments

Popular posts from this blog

Sambiloto, Tanaman Herbal Kaya Faedah – Taksonomi, Ciri & Budidaya